kumpulanpuisi - puisi dari angkatan 20 (balai pustaka), 45, sama 50 buat tugas bio tadinya, tapi gak jadi alias gagal. ya udah tak share aja Karya Muh. Hamin 1. Adapun Kami Anak Sekarang Mari Berjejrih Berbanting Tulang Menjaga Kemegahan Jangalah Hilang, Supaya Lepas Ke Padang Yang Bebas Sebagai Poyangku Masa Dahulu, Karena Bangsaku Dalam kolonialismebarat abad 20, 20 sinopsis novel angkatan 20 dan 30 tips and trick, 20 font yang paling terkenal dan berpengaruh di dunia, baguseven blog 5 novel detektif amp misteri popular, kumpulan sinopsis novel tahun 20 30 an, 10 novel fiksi terbaik 2017 pilihan time mariviu, pantri sater s blog periodisasi sastra KUMPULANPUISI ANGKATAN 45. Beliau sosok penyair angkatan 45 bersama asrul sani dan rivai apin. Beliau lahir di Kota Medan pada tanggal 26 Juli 1922 dan meninggal. 20 Puisi Chairil Anwar Aku Doa Karawang Bekasi Terbaik . Download Save Now. Puisi Karya Chairil Anwar Tentang Kehidupan Kt Puisi . Fast Money. ï»żPERIODIASI ANGATAN Pengertian Periodisasi sastra adalah pembabakan waktu terhadap perkembangan sastra yang ditandai dengan ciri-ciri tertentu. Maksudnya tiap babak waktu periode memiliki ciri tertentu yang berbeda dengan periode lain. Angkatan 20’an UNSUR ESTETIK Angkatan 20an 1 Gaya bahasa perumpamaan 2 beralur lurus 3 Tokoh berwatak datar 4 Banyak degresi sisipan 5 Sudut pandang orang ketiga 6 Bersifat didaktis 7 Bercorak romantic UNSUR EKSTRAESTETIK Angkatan 20an 1 Adat kawin paksa 2 Pertentangan paham antar kaum tua dan kaum muda 3 Latar daerah pedesaan 4 Cerita sesuai taman 5 Cita-cita kebangsaan belum dipermasalahkan Bahasa Novel Angkatan 20-an Bahasanya mengutamakan keindahan bahasa daripada isi , menggunakan ejaan lama, pepatah, pribahasa sehingga pembaca sukar untuk mengerti isi dari cerita tersebut. Pola Pikir Masyarakat Novel Angkatan 20-an Pola pikir masyarakat masih kolot, terbelakang. Masih percaya akan adanya hal mistik dan sangat menjunjung tinggi adat kebiasaan. Juga hanya perkataan orangtua lah yang paling benar dan harus dituruti. Tema Novel Novel Angkatan 20-an Tema yang sering diangkat menjadi tema pada novel angkatan 20-an adalah kawin paksa, pertentangan adat, pertentangan antara kaum tua dan kaum muda. Contoh karya sasta angkatan 20’an Balai Pustaka disebut angkatan 20an atau populernya dengan sebutan angkatan Siti Nurbaya. Menurut Sarwadi 1999 25 nama Balai Pustaka menunjuk pada dua pengertian 1. Sebagai nama penerbit 2. Sebagai nama suatu angkatan dalam sastra Indonesia Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian cabul dan dianggap memiliki misi politis liar. Angkatan Balai Pusataka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920, yang dikeluarkan oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa roman, novel, cerita pendek dan drama dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini. Siti Nurbaya Karya Marah Rusli-1922 Tema Kasih tak sampai dan kawin paksa Tokoh Sitti Nurbaya, Samsul Bahri, Datuk Meringgih Sitti Nurbaya menceritakan cinta remaja antara Samsulbahri dan Sitti Nurbaya, yang hendak menjalin cinta tetapi terpisah ketika Samsu dipaksa pergi ke Batavia. Belum lama kemudian, Nurbaya menawarkan diri untuk menikah dengan Datuk Meringgih yang kaya tapi kasar sebagai cara untuk ayahnya hidup bebas dari utang; Nurbaya kemudian dibunuh oleh Meringgih. Pada akhir cerita Samsu, yang menjadi anggota tentara kolonial Belanda, membunuh Meringgih dalam suatu revolusi lalu meninggal akibat lukanya. Novel yang berjudul “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar ini menceritakan kisah kehidupan seorang anak gadis bernama Mariamin yang hidup sengsara karena harus mengurus ibunya yang sakit-sakitan. Mariamin mempunyai kekasih yang berasal dari keluarga kaya dan baik-baik yang bernama Aminu’ddin berjanji akan menikahinya setelah dia mendapat pekerjaan tapi Aminu’ddin tidak menikahinya karena ayahnya tidak setuju dengan hubungan mereka, Aminu’ddin hanya meminta maaf lewat surat .2 tahun berlalu , mariamin pun menikah dengan pria yang tidak ia kenal bernama kasibun yang setelah sekian lama mengidap penyakit yang dapat menular pada pasangannya. Suatu ketika Aminu’ddin datang ke rumah mariamin dan karena suaminya cemburu suaminya malah menyiksa dan memukul Aminu’ddin, karena tidak tahan mariamin pun melaporkannya ke polisi Sampai akhirnya mereka bercerai. Kesudahannya Mariamin terpaksa Pulang ke negrinya membawa nama yang kurang baik, membawa malu, menambah azab dan sengsara yang bersarang di rumah kecil yang di pinggir sungai Sipirok. Hidup Mariamin sudah habis dan kesengsaraannya di dunia sudah berkesudahan. Azab dan Sengsara dunia ini sudah tinggal di atas bumi, berkubur dengan jazad badan yang kasar itu. Angkatan 30’an UNSUR ESTETIK Angkatan 30an 1 Tidak banyak menggunakan bahasa perumpamaan 2 Alur maju 3 Tokoh berwatak bulat 4 Tidak benyak digresi sisipan 5 Sudut pandang orang ketiga objektif 6 Bergaya romantic UNSUR EKSTRAESTETIK Angkatan 30an 1 Masalah tentang kehidupan masyarakat kota 2 Terdapat cita-cita kebangsaan 3 Bersifat didaktis Bahasa Novel Angkatan 30-an Bahasa kurang sopan, lebih apa adanya, sudah mendekati bahasa pada novel zaman sekarang. Pola Pikir Masyarakat Novel Angkatan 30-an Pola pikir masyarakat semakin maju. Kaum wanita juga ingin maju seperti kaum lelaki. Tema Novel Novel Angkatan 30-an Tema yang sering diangkat menjadi tema novel angkatan 30-an adalah perbedaan laki-laki dan perempuan, perempuan ingin maju, emansipasi wanita. Contoh karya sastra angkatan 30’an Karya Abdul Muis Pertemuan Jodoh novel, 1933 Tulis Sutan Sati Syair Rosina 1933 Angkatan 45’an Angkatan ’45 merupakan angkatan yang lahir pada masa sebelum dan awal kemerdekaan, Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan 45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang romantik – idealistik. Sehingga karya sastra angkatan ini banyak bercerita tentang perjuangan merebut kemerdekaan. Angkatan ini memiliki konsep seni yang diberi judul “Surat Kepercayaan Gelanggang”. Konsep ini menyatakan bahwa mereka ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani. Penulis yang termasuk angkatan ’45 adalah Chairil Anwar, Asrul Sani, Idrus, Achdiat K. Mihardja, dan masih banyak penulis lainnya. Karya sastra yang dihasilkan oleh angkatan ini diantaranya yang terkenal adalah Kerikil Tajam, Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma, Atheis, dan banyak lainnya. Ciri-ciri Angkatan ’45 adalah Pengaruh unsur sastra asing lebih luas Corak isi lebih realis, naturalis Individualisme sastrawan lebih menonjol, dinamis, dan kritis Penghematan kata dalam karya Karangan prosa berkurang, puisi berkembang Contoh sastra pada masa Angkatan ’45 Tiga Menguak Takdir Chairil Anwar-Asrul Sani-Rivai Apin Deru Campur Debu Chairil Anwar Kerikil Tajam dan yang Terampas dan yang Putus Chairil Anwar Pembebasan Pertama Amal Hamzah Kata Hati dan Perbuatan Trisno Sumarjo Puntung Berasap Usmar Ismail Suara Toto Sudarto Bakhtiar Surat Kertas Hijau Sitor Situmorang Dalam Sajak Sitor Situmorang Rekaman Tujuh Daerah Mh. Rustandi Kartakusumah Angakatan 66’an Sejarah Angkatan 66 Angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison. Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra, munculnya karya sastra beraliran surrealistik, arus kesadaran, arketip, absurd, dan lain-lain pada masa angkatan ini di Indonesia. Penerbit Pustaka Jayasangat banyak membantu dalam menerbitkan karya karya sastra pada masa angkatan ini. Sastrawan pada akhir angkatan yang lalu termasuk juga dalam kelompok ini sepertiMotinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra Indonesia, sastrawan pada angkatan 50-60-an yang mendapat tempat pada angkatan ini adalah Iwan Simatupang. Pada masanya, karya sastranya berupa novel, cerpen dan drama kurang mendapat perhatian bahkan sering menimbulkan kesalahpahaman; ia lahir mendahului jamannya. Beberapa satrawan pada angkatan ini antara lain Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta, Arifin C. Noer, Akhudiat, Darmanto Jatman,Arief Budiman, Goenawan Mohamad, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Wijaya, Wisran Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail dan banyak lagi yang lainnya. Ciri-ciri Angkatan 66 Mulai dikenal gaya epik bercerita pada puisi muncul puisi-puisi balada. Puisinya menggambarkan kemuraman batin hidup yang menderita. Prosanya menggambarkan masalah kemasyarakatan, misalnya tentang perekonomian yang buruk, pengangguran, dan kemiskinan. Cerita dengan latar perang dalam prosa mulai berkurang, dan pertentangan dalam politik pemerintahan lebih banyak mengemuka. Banyak terdapat penggunaan gaya retorik dan slogan dalam puisi. Muncul puisi mantra dan prosa surealisme absurd pada awal tahun 1970-an yang banyak berisi tentang kritik sosial dan kesewenang-wenangan terhadap kaum lemah. Unsur Estetik Angkatan 66 Angkatan ini lahir di antara anak-anak muda dalam barisan perjuangan. Angkatan ini mendobrak kemacetan-kemacetan yang disebabkan oleh pemimpin-pemimpin yang salah urus. Para mahasiswa mengadakan demonstrasi besar-besaran menuntut ditegakkannya keadilan dan kebenaran. Ciri-ciri sastra pada masa Angkatan ’66 adalah bercorak perjuangan antitirani, protes politik, anti kezaliman dan kebatilan, bercorak membela keadilan, mencintai nusa, bangsa, negara dan persatuan, berontak terhadap ketidakadilan, pembelaan terhadap Pancasila, berisi protes sosial dan politik. Hal tersebut diungkapkan dalam karya sastra pada masa Angkatan ’66 antara lain Pabrik Putu Wijaya, Ziarah Iwan Simatupang, serta Tirani dan Benteng Taufik Ismail. Penulis dan Karya Sastra Kumpulan puisi pilihan karya Sanusi Pane yang terbaik. Setelah beberapa karya sastrawan legendaris Indonesia angkatan Pujangga Baru yang diterbitkan blog puisi dan kata bijak seperti puisi karya chairil anwar, Cak Nun, Amir Hamzah dan untuk kali ini 24 judul puisi karya Sanusi Pane, diterbitkan untuk menambah koleksi puisi dari Sastrwan Indonesia yang karya-karyanya masih dikenang, dan masih sering dijadikan referensi untuk menulis puisi sampai saat diketahui Sanusi Pane adalah seorang guru dan seniman Batak yang berasal dari sumatra utara Mandailing Natal, Muara Sipongi. Pada masanya Sanusi Pane dikenal cukup produktif dalam menghasilkan karya kesusastraan, karya-karyanya banyak diterbitkan antara 1920-an sampai dengan 1940-an berdasarkan wikipedia diantara Pancaran Cinta 1926, Prosa Berirama 1926, Puspa Mega 1927 Kumpulan Sajak 1927 Airlangga drama berbahasa Belanda, 1928, Eenzame Garoedavlucht drama berbahasa Belanda, 1929, Madah Kelana 1931 Kertajaya drama, 1932 Sandhyakala Ning Majapahit drama, 1933 Manusia Baru drama, 1940 Kakawin Arjuna Wiwaha karya Mpu Kanwa, terjemahan bahasa Jawa Kuno, 1940Kumpulan Puisi Pilihan Karya Sanusi PaneSelain Sanusi Pane di antara delapan bersaudara, yang juga menjadi tokoh nasional, yaitu Armijn Pane yang juga menjadi sastrawan, dan Lafran Pane yang merupakan pendiri organisasi pemuda Himpunan Mahasiswa bila anda menyukai puisi dari angkatan Pujangga Baru dan sedang mencari puisi puisi lagendaris sastrawan Indonesia, beberapa contoh puisi pujangga baru karya Sanusi Pane dari buku Madah Kelana dan lainnya di terbitkan blog puisi dan kata berikut ini adalah deretan puisi sajak Sanusi Pane dalam tema kumpulan puisi pilihan karya Sanusi Pane, Silahkan disimak saja agar mengerti puisi karya sanusi pane dan maknanya dibawah ini. 01. Puisi Tanah Bahagia Karya Sanusi PaneTanah BahagiaBawa daku ke negara sana, tempat bah’giaKe tanah yang subur, dipanasi kasih biru yang suci, harapan cita,Dikelilingi pegunungan damai daku ke benua termenung berangan,Ke tanah tasik kesucian memerak silau,Tersilang sungai kekuatan kilau kemilau,Dibujuk angin membisikkan jiwa pergi ke sana tidak terkataHatiku dibelah sengsara setiap hati,Keluh kesah tidak berhenti sebentar tanah bah’gia, bersinar emas permata,Dalam dukacita engkau gerang tiba waktu bersua?02. Puisi Sanusi Pane Dibawa GelombangDibawa GelombangAlun membawa bidukku perlahanDalam kesunyian malam waktu,Tidak berpawang, tidak berkawan,Entah kemana aku ta’tahuJauh di atas bintang kemilau,Seperti sudah berabad-abad;Dengan damai mereka meninjauKehidupan bumi, yang kecil bernyanyi dengan suaraSeperti bisikan angin didaun;Suaraku hilang dalam udara,Dalam laut yang beralun-alun,Alun membawa bidukku perlahanDalam kesunyian malam waktu,Tidak berpawang, tidak berkawan,Entah kemana aku ta’tahu03. Puisi Pagi Karya Sanusi PanePAGIPagi telah tiba, sinar matariMemancar dari belakang gunung,Menerangi bumi, yang tadi dirundungMalam, yang sekarang sudahlah bersuka ria, gelak tersenyum,Berseri-seri, dipeluk si raja nestapa sudah diganti riang,Sebab Sinar Bahagia datang O Jiwa, yang meratap selaluDalam rumahmu, turutlah guna menangisi waktu yang silam?Mari, bersuka ria, bercengkeremaDengan alam, dengan sinar bersama-sama,Di bawah langit yang seperti Puisi Awan Karya Sanusi PaneAwanAwan datang melayang perlahan,Serasa bermimpi, serasa berangan,Bertambah lama, lupa di diri,Bertambah halus, akhirnya seri,Dan bentuk menjadi hilangDalam langit jiwaku lenyap sekarangDalam kehidupan teduh Puisi Sanusi Pane TerataiTerataiKepada Ki Adjar DewantaraDalam kebun di tanah airkuTumbuh sekuntum bunga terataiTersembunyi kembang indah permai,Tidak terlihat orang yang tumbuh di hati dunia,Daun berseri Laksmi mengarangBiarpun ia diabaikan orang,Seroja kembang gemilang o Teratai Bahagia,Berseri di kebun Indonesia,Biar sedikit penjaga engkau tidak dilihatBiarpun engkau tidak diminat,Engkaupun turut menjaga Puisi Berjudul Sajak Karya Sanusi PaneSajakO, bukannya dalam kata yang rancak,Kata yang pelik kebagusan pujangga, buang segala kata,Yang kan cuma mempermainkan mata,Dan hanya dibaca selintas lalu,Karena tak keluar dari matari mencintai bumi,Memberi sinar selama-lamanya,Tidak meminta sesuatu kembali,Harus cintamu Puisi Sanusi Pane Betapa Kami Tidakkan SukaBetapa Kami Tidakkan SukaBetapa sariTidakkan kembang,Melihat terangSimata kamiTidakkan suka,Memandang mukaSijantung Puisi Sanusi Pane KesadaranKESADARANPada kepalaku sudah direka,Mahkota bunga kekal belaka,Aku sudah jadi merdeka,Sudah mendapat bahagia melayang kelangit bintang,Dengan mata yang bercaya-caya,Punah sudah apa melintang,Apa yang dulu mengikat kekasih, jangan raguMencari jalan; aku mendahului,Adinda kiniMari, kekasih, turut dakuTerbang kesana, dengan melalui,Hati sendiri09. Puisi Karya Sanusi Pane ArjunaArjunaKepada R. P. Mr. SinggihAku merasa tenaga baruMemenuhi jiwa dan tubuhku;Hatiku rindu ke padang Kuru,Tempat berjuang, perang merasa bagai Pamadi,Setelah mendengar sabda Guru,Nerendra Krisjna, di ksetra KuruBernyala ke dewan dalam ada yang dapat melingtangPada jalan menuju maksudkuMenang berjuang bagi RatukuMahkota nanti di balik bintangLaksmi letakkan d’atas kepalamSedang bernyanyi segala Puisi Sanusi Pane Kepada KrisjnaKepada KrisjnaAku berdiri sebatang kara,Tidak berteman, tidak tertadah k’atas menjerit disayat kosong, tanganku hampa,Tidak ada yang sudah tercapaiAku bermimpi di dalam untung termenung Krisjna tiadakanlah kembaliTitah yang dulu menyuruh dakuMeniup suling di tanah daku sekali ke dalam jurang gulita,Supaya lupa, tidak Puisi karya sanusi pane Taj MahalTaj MahalKepada “Anjasmara”Dalam Taj Mahal, ratu astana,Putih dan permai pantun pualamTermenung diam di tepi JamnaDi atas makam Ardjumand Begam,Yang beradu di sisi Syah Jahan,Pengasih, bernyanyi megah muliaDalam malam tiada berpadan,Menerangkan cinta akan dunia,Di sana, dalam duka nestapa,Aku merasa seorang pemintaDi depan gapura kasih cinta,Jiwa menjerit, di cakra dukaAh, Kekasihku, memanggil Jamna membalas Puisi Candi Karya Sanusi PaneCANDI MENDUTDi dalam ruang yang kelam terangBerhala Budha di atas takhta,Wajahnya damai dan tenung tenang,Di kiri dan kanan berhenti di tempat iniTidak berombak, diam semata;Azas berlawan bersatu diri,Alam sunyi, kehidupan hatiku, jangan bercita,Jangan kau lagi mengandung rasa,Mengharap bahagia dunia MayaTerbang termenung, ayuhai, jiwa,Menuju kebiruan angkasa,Kedamaian Petala Puisi Sanusi Pane CandraCANDRABadan yang kuning-muda sebagai kencana,Berdiri lurus di atas reta bercaya,Dewa Candra keluar dari istananyaTermenung menuju Barat jauh di berkibar di tangan kanan, tangan kiriMemimpin kuda yang bernapaskan nyala;Begitu dewa melalui cakrawala,Menabur-naburkan perak ke bawah malam bertiup seluruh bumi,Sebagai lagu-merawan buluh perindu,Gemetar-beralun rasa meninggikan bermimpi dan ia mengeluh di dalamMimpinya, karena ingin bertambah rindu,Karena rindu dipeluk sang Ratu Malam14. Puisi Majapahit Karya Sanusi PaneMAJAPAHITAku memandang tersenyum arah ke bawahBandung mewajah di dalam di sana bermimpi Gede-Pangrango,Seperti pulau dalam lautan kelabu,Alam ke dalam hatiku,Masuk perlahanRindu meratap bersama jiwaGembala yang bernyanyi dalam melayang bersama suaraKedalam Puisi Melati Karya Sanusi PaneMELATIKau datang dengan menari, tersenyum simpul,Seperti dewi, putih-kuning, ramping-halus,Menunjukkan diri, seperti bunga yang sinar matahari, membuat timbulDi dalam hati berahi yang termenung, terlena dalam samadi,O Melati, memandang kau seperti Pamadi,Kebakaan kurasa, luas, tenang dan damaiEngkau tinggal sebagai bunga dalam tamanKenang-kenangan dipetik tidak kan dapat,Biar warna dan wangi engkau seperti bintang di balik awan,Terkadang-kadang sejurus berkilat-kilatTapi jauh, ta’ kan pernah tercapai tangan16. Puisi Kembang Melati Karya Sanusi PaneKEMBANG MELATIAku menyusun kembang melatiDi bawah bintang tengah malam,Buat menunjukkan betapa dalamCinta kasih memasuki tidur menantikan pagiDan mimpi dalam bah’giaDuduk bersanding dengan DiaDi atas pelaminan dari pelangiAku bangun, tetapi mentariSudah tinggi di cakrawalaDan pujaan sudah selesaiO Jiwa, yang menanti hari,Sudah Hari datang bernyala,Engkau bermimpi, termenung Puisi Sanusi Pane Wijaya KesumaWIJAYA KESUMADi balik gunung, jauh di sana,Terletak taman dewata raya,Tempat tumbuh kesuma wijaya,Bunga yang indah, penawar sedikit yang tahu jalanDari negeri sampai ke sedikit lagi orangnya,Yang dapat mencapai gerbang suara seruling Krisyna,Berbunyi merdu di dalam hutan,Memanggil engkau dengan sih dipanggil senantiasaMengikuti sidang orang pungutanEngkau menurut orang Puisi Sanusi Pane berjudul PenyanyiPenyanyiPujangga, kalau ajal sudahlah sampai,Engkau menutup mata di dalam damai,Sebab mengetahui terang rahasia alam,Engkau, yang bermahkota susunan Pujangga, kalau dunia gundah gulana,Engkau bersila, jiwa tersenyum jua,Sebab merasa kegemetaran nyawa dunia,Engkau, Penyanyi lagu Puisi Sanusi Pane berjudul Lautan WaktuLautan WaktuJiwaku talah lama merenang lautan waktu dan aku berhenti,membiarkan diriku dipermainkan bermimpi dibawa arus ke darat sejahtera di bawah langitbertabur kubuka awan mengandung guruh berkumpul di turun dan setinggi gunung gelombang naik, mengem-pas-empaskan daku seperti kukembangkan dan mulai lagi mengharung laut,sebatang kara dalam alam tidak Puisi Doa Karya Sanusi PaneDoaO, Kekasihku, turunkan cintamu memeluk bertahun aku menanti, sudah bertahun aku Kekasihku, turunkan rahmatmu ke dalam taman kupelihara dalam musim berganti, bunga kupelihara dengan cinta Kekasihku, buat jiwaku bersinar-sinar!O, Keindahan, jiwaku rindu siang dan malam, hendak me-mandang cantik tuan dari belakang pegunungan dalam ribaan pagi beri daku tenaga, supaya aku bisa bersama tuan melayangsebagai garuda menuju kebiruan langit Puisi Kecapi Karya Sanusi PaneKecapiO, Kekasih, dunia duduk berdua saja, terasing dari yang daku membunyikan kecapi dan berceritera dengan tahu ada orang yang berjuang yang rindu kepadakedamaian dan mendengar beberapa lagu dan ia terkadang menyanyikan-nya dalam malam duka Adinda, barangkali ia teringat akan kekasihnya dan pan-tunku menghiburkan Puisi Bimbang Karya Sanoesi PaneBimbangAku duduk dalam kesunyian jiwaku dan mencoba membu-nyikan lagu pada kecapi. Ah, tiada suara yang keluar danaku menundukkan kepala, termenung akan tanah air menge-luarkan lagu yang tidak menyambung waktu datang dan berkata dengan suara penuh duka,“Mengapa Tuan termenung saja, tidak membunyikan lagupenghibur hati? Sudah lama cantingku berhenti, tidak sanggupmelukis tenunanku, karena engkau tidak kudengar membunyikan kecapi.”Aku mengangkat kepada dan memandang dia dengan matamurung caya.“Aduh, Adinda, hatiku lemah mendengar suara yang tidaksepadan dengan kehijauan tanah airku.”23. Puisi Sanusi Pane MencariMencariAku mencariDi kebun India,Aku pesiarDi kebun Junani,Aku berjalanDi tanah Roma,Aku mengembaraDi benua Barat,Segala bukuPerpustakaan duniaSudah kubaca,Segala filsafatSudah ku sampaiKe dalam tamanHati sana BahagiaSudah lamaMenanti Puisi Karya Sanoesi Pane Syiwa-NatarajaSyiwa-NatarajaKepada R. SoeratmakaPada perjalananku melalui Langka purbakala,Mengunjungi tempat keramat, dengan harapan bernyalaDi dalam hati, di bumi India yang mulia,Yang dari dulu sampai ke akhir zaman dalam duniaTinggal kuat dan sakti dan termasyhur, aku melihatDi Sailan, tempat zaman telah silam Rawana sebagai bulan purnama di negara Godawari dan Krisjna, Nataraja,Mahadewa sebagai Penari, Sungai Mahanadi,Dengan meninggalkan India Selatan, kuseberangi,Dan mataku termenung memandang Pataliputra,Tanah daratan, tempat Ayodia dan kulalui dan aku berdiri, terkenang,Penuh rindu dendam akan waktu yang silam, dipandangKuruksetra. Aku berada di Sarnath Negara,Tempat Buda pertama kali mengeluarkan Agra dan Fatehpur Sikri, di tepi Jamna,Aku mengherani gedung marmar yang indah tidak taman dan astana Taj Mahal, Mutiara Timur,Tempat Syah Jahan dan Mumtaz-i-Mahal bersanding berkubur,Aku bermimpi mengenang jiwa IndiaKupandag gilang-gemilang, kurasa yang kuingat seperti yang paling utama,Ialah, ketika aku, setelah aku sejurus lama,Memandang naiknya Surya Dewa ke cakrawala,Dengan mulia raya, cerlang-cemerlang, tepi Gangga yang sakti, melutut dalam Samadi,Dalam candi Kencana, yang berdiri di jantung hatiTanah terkenang akan Nataraja,Yang kuherani denga mata yang bercaya-cahayaDi Ratnadwipa dan India Daksina Syiwa menariDalam lingkungan api bernyala-nyala, yang tahadiBelum pernah aku dapat, biarpun aku sudahMemandang hampir segala yang indah, yang belum punahOleh zaman dan tangan yang ganas, saksi bercayaDari abad kemegahan, abad yang kaya Indonesia, tanah airku,Natesa berdiriDi atas buta, tangan kanan memegang gendang, kiriMemegang api bernyala-nyala. Sikap badan, tanganDan kaki, wajah muka amat permainya candi, merdu, bersahut-sahutanDan aku merasa sebagai berada dalam lautanKedamaian, tiba-tiba ku memandang dengan jiwa,Menari dalam api dunia terang benderang, dirinya bergerak dan beredar, tidak terperiBerapa banyaknya, bersinar-sinar, berseri-seri,Matahari, bulan dan bintang, semua mengikut bunyiGendang yang mahamerdu dan nyaring, yang tiada sunyiDari memenuhi seantero dunia, Alam yang muramMelayang ke dalam hati teratai api dan suramDiganti sinar caya yang terang benderang dan alamKembali beredar dalam dunia, menari dalamPesta cahaya dan alam berhatiSendiri, emas yang bersinar-sinar, teratai apiYang kembang, machluk yang indah permai, yang gilang-gemilangMasuk ke dalam, keluar kembali sebagai bintang,Terbang bernyanyi, antara alam yang silang kebagusan, banyaknya tiada terbilang.“Pandang kebagusan dunia, o putera Duka Nestapa,”Kedengaran satu suara yang halus-merdu berkata,“Tujuan sekalian ada dalam diri sendiri,Tidak ada asal tujuan, pangkal ujung, yang diberiDari luar, apa yang kau pandang terjadi sekarang,Tidak ada waktu dulu dan nanti, semua barangSudah ada, ada dan akan ada dalam sebentarItu jua. Supaya segala makhluk tahu benar,Bahwa ia harus turut menari dalam pesta berbahagia, ia harus dalam api bernyalaMembakar segala ikatan buta yang sendiri. Api memusnakan jiwa merasa siksa, tetapi, lihat, ia terbangSebagai dewa, indah permai ke dalam cuara terang,Tetapi belum ia merdeka, berkali-kali msuk untuk membersihkan diri ke dalam api,Sehingga akhirnya ia sadar, bahwa NatarajaIa sendiri, bahwa dunia semata tidak adaDi luar dirinya. Jalan ringkas, putra kemerdekaan ini, pandanglah dengan nyata.”Seorang orang duduk termenung seorang diri,Matanya muram, seperti dukacita dunia iniSekaliannya dirasanya. Pandangannya menyayatHatiku, membakar jiwaku, membuat ku teringatAkan sengsara kemanusiaan dan sendiri. O, ku sudah pernah memandang mataYang demikian rupanya itu di alam jasmani,Mata, yang menyuruh daku merdeheka atau mati,Api bernyala-nyala datang mengelilingi dia,Bertambah tinggi, bertambah besar, dan antero duniaTercengang, karena ia tinggal samadi, diam dalam kalbu hati dunia ia alam berhenti beredar memberi makin lama makin lebar dan pada saatIa berdiri dari kalbu hati dunia, segala alamSegala matahari, bulan dan bintang ada dalamdirinya Ia satu dengan Nataraja, Mahadewa,Ialah dia seseorang yang mencari sudah merdeka!“O, putra Duka Nestapa, yang berjalan dari candiKe candi, dari negeri ke negeri, mencariKelupaan dan penglipur buat hatimu, yang dibelahOleh malapetaka dan keinginan, yang belum pernahBisa diobati,barang suatu, ketahuilah,Bahwa Bah’gia berada dalam hatimu. segala alam, masukilah Api bernyala,Sehingga engkau akhirnya jadi Syiwa-Nataraja.”Demikianlah kumpulan puisi karya Sanusi Pane, baca juga puisi armijn pane dan contoh puisi pujangga baru yang lainnya dihalaman lain blog puisi dan kata bijak, semoga puisi puisi Karya Sanoesi Pane yang diterbitkan bermanfaat. Angkatan ’20-an atau Angkatan Balai Pustaka Disebut Angkatan Dua Puluhan karena novel yang pertama kali terbitadalah novel Azab dan Sengsara yang diterbitkan pada tahun 1921 oleh Merari siregar. Disebut pula sebagai Angkatan Balai Pustaka karna karya-karya tersebut banyak diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka Ciri-ciri karya sastra pada angkatan ’20-an Menggambarkan tema pertentangan paham antara kaum tua dan kaum muda, soal pertentangan adat, soal kawin paksa, permaduan, dlll. Soal kebangsaan belum mengemuka, masih bersifat kedaerahan Gaya bahasanya masih menggunakan perumpamaan yang klise, pepatah, peribahasa, tapi menggunakan bahasa percakapan sehari-hari lain dengan bahasa hikayat sastra lama Puisinya berupa syair dan pantun Isi karya sastranya bersifat didaktis. Bunga Rampai Karya Sastra Angkatan 20 Pada paruh pertama abad ke-20, Hindia Belanda mengalami perubahan politik yang cukup ekstrem, ditandai dengan pergeresan bentuk perjuangan kemerdekaan yang mulai meninggalkan bentuk-bentuk revolusi fisik. Perjuangan bangsa bergerak ke bentuk perjuangan intelektual. Perjuangan tersebut didukung dengan semakin banyaknya rakyat pribumi yang mengenyam pendidikan, bebas buta huruf, dan membuka mata terhadap pergaulan dunia. Perkembangan sastra pada dekade ini tampak mengalami kemajuan pesat, meninggalkan genre sastra lama yang didominasi pantun dan gurindam, cenderung istana sentris dan patriarkhi. Seiring dengan perkembangan tersebut, tak bisa dihindari bahwa ruang baru kesusastraan menyisakan lorong hitam-gelap tempat menjamurnya karya-karya tulis yang rendah nilai estetika. Karya-karya tersebut, misalnya, adalah tulisan-tulisan cabul, pornografi, dan tulisan yang dinilai memiliki misi politis. Angkatan 20 berawal dari sebuah lembaga kebudayaan milik pemerintah kolonial Belanda, bernama Volkslectuur, atau Balai Pustaka. Kelahirannya menjadi gairah baru bagi para sastrawan yang kemudian membentuk periode sastra tersendiri dalam perkembangan sastra Indonesia, dengan ciri yang khas, dan disebut Angkatan 20 atau Angkatan Balai Pustaka. Pada era ini, banyak prosa dalam bentuk roman, novel, cerita pendek dan drama, yang diterbitkan dan menggeser kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat. Karya-karya tersebut diterbitkan dalam bahasa Melayu-Tinggi, Jawa dan Sunda, serta sejumlah kecil dalam bahasa Bali, Batak, dan Madura. Sastrawan yang menonjol karya-karyanya dari angkatan ini adalah Nur Sutan Iskandar, sehingga mendapat julukan “Raja Angkatan Balai Pustaka.” Di samping itu, dominasi sastrawan yang berasal dari Minangkabau dan sebagian Sumatra memberi ciri yang unik pada karya sastra Angkatan 20. Tokoh dan Karya pada Angkatan 20 Merari Siregar Azab dan Sengsara 1920, Binasa Kerna Gadis Priangan 1931 Marah Roesli Siti Nurbaya 1922, La Hami 1924 Muhammad Yamin Tanah Air 1922, Indonesia, Tumpah Darahku 1928, Ken Arok dan Ken Dedes 1934 Tulis Sutan Sati Tak Disangka 1923, Tulis Sutan Sati 1928, Tak Tahu Membalas Guna 1932, Memutuskan Pertalian 1932 Nur Sutan Iskandar Apa Dayaku karena Aku Seorang Perempuan 1923, Salah Pilih 1928, Karena Mertua 1932, Karena Mertua 1933, Katak Hendak Menjadi Lembu 1935, Cinta yang Membawa Maut 1926 Djamaluddin Adinegoro Darah muda 1927, Asmara jaya 1928, Abas Soetan Pamoentjak Pertemuan 1927 Abdul Muis Salah Asuhan 1928, pertemuan Jodoh 1933 Aman Datuk Madjoindo Menebus Dosa 1932, Si Cebol Rindukan Bulan 1934,Sampaikan Salkamku Kepadanya 1935 R O M A N Kehadiran dan keberadaan roman sebenarnya lebih tua daripada novel. Roman romance bersal dari jenis sastra epik dan romansa abad pertengahan. Jenis sastra ini banyak berkisah tentang hal-hal romantik, penuh dengan angan-angan biasanya bertemakan kepahlawanan dan percintaan. 1 Dalam karya ini isinya bercorak romantik sentimental Penggalan Roman Siti Nurbaya karya Marah Rusli Setelah berhasil bertemu dengan ayahnya, Samsulbahripun menunggal dunia. namun, sebelum meninggal dia minta kepada orang tuanya agar dikuburkan di Gunung Padang dekat dengan kekasihnya Siti Nurbaya. Permintaan itu dikabulkan oleh ayahnya, dia dikuburkan di Gunung Padang paling dekat dengan keksihnya Siti Nurbaya. Dan di situlah kedua kekasih ini bertemu terakhir dan bersama untuk selama-lamanya. Jelas dalam kutipan roman Siti Nurbaya ini sangat bercorak romantik sentimental, yang melukiskan perjuangan cinta Samsulbahri kepada Siti Nurbaya berlebihan, yakni sampai meninggalpun ia meminta agar dikuburkan dekat dengan kekasihnya Siti Nurbaya. 2. Menggambarkan persoalan kawin paksa. Di tengah-tengah musibah tersebut, Datuk Maringgih menagih huk kepadanya. Jelas baginda Sulaiman tidak mampu membayarnya. Dengan alasan hutang tersi Datebut, Datuk Maringgih langsung menawarkan bagaimana kalau Siti Nurbaya, putri baginda Sulaiman dijadikan istri Datuk Maringgih. Kalau tawaran ininditerima maka hutangnya lunas. Dengan terpaksa dan berat hati, akhirnya Siti Nurbaya diserahkan untuk menjadi istri. Jelas dalam kutipan roman Siti Nurbaya sangat menggambarkan kawin paksa, dimana Siti Nurbaya diserahkan dengan terpaksa dan berat hati untuk diperistri boleh Datuk Maringgih hanya demi kelunasan seluruh hutang ayahnya. Pada roman Siti Nurbaya tidak hanya melukiskan percintaan saja, juga mempersoalkan poligami, membangga-banggakan kebangsawanan, adat yang sudah tidak sesuai dengan zamannya, persamaan hak antara wanita dan pria dalam menentukan jodohnya, anggapan bahwa asal ada uang segala maksud tentu tercapai. Persoalan-persoalan itulah yang ada di masyarakat. PUISI Sebagian besar angkatan 20 menyukai bentuk puisi lama syair dan pantun, tetapi golongan muda sudah tidak menyukai lagi. Golongan muda lebih menginginkan puisi yang merupakan pancaran jiwanya sehingga mereka mulai menyindirkan nyanyian sukma dan jeritan jiwa melalui majalah Timbul, majalah PBI, majalah Jong Soematra. 1. Masih banyak berbentuk syair dan pantun. Contoh kutipan sajak puisi “ Bukan Beta Bijak Berperi” oleh Rustam Effendi BUKAN BETA BIJAK BERPERI Bukan beta bijak berperi, pandai menggubah madahan syair, Bukan beta budak Negeri, musti menurut undangan mair, Sarat-saraf saya mungkiri, Untai rangkaian seloka lama, beta buang beta singkiri, Sebab laguku menurut sukma. Dilihat bentuknya seperti pantun, tetapi dilihat hubungan barisnya berupa syair. Ia meniadakan tradisi sampiran dalam pantun sehingga sajak itu disebut pantun modern.

kumpulan puisi angkatan 20